Monday 15 August 2011

Tips Menulis: Pesan Verbal dalam tulisan

Tips Menulis: Pesan Verbal dalam tulisan
Isa Alamsyah

Menulis bisa menjadi nilai ibadah jika ada nilai di dalamnya termasuk pesan moral, dakwah, pesan kebaikan dan sebagainya.Akan tetapi sayangnya, banyak penulis yang melakukannya dengan cara yang terlalu verbal, sehingga justru membuat pembaca terusik.
Penyampaian pesan yang terlalu verbal adalah salah satu kelemahan yang cukup menonjol pada penulis yang ingin berdakwah. Kelemahan lain  adalah, pesannya terlalu banyak. Terlalu banyak yang mau disampaikan.

Ketika kita ingin menyampaikan pesan moral atau dakwah dalam fiksi, maka pesannya harus halus tidak terasa.
Pembaca tidak merasa sedang digurui atau merasa diceramahi, tapi pada akhirnya bisa mengerti pesannya.
Kalau kita mau menulis dakwah tapi semuanya verbal (menyolok) maka itu lebih tepat menjadi naskah kuthbah.
Terlalu banyak pesan juga buruk, karena kalau terlalu banyak pesan malah bisa semuanya terlupakan.

Bagaimana caranya menyampaikan pesan tapi tidak menyolok, tidak verbal?Sinetron/ mini seri Ramadhan yang skenarionaya dibuat Asma Nadia  mungkin bisa jadi contoh.
Pada Mini serie yang ditayangkan Trans TV jam 16.30-17.30 ini, Asma Nadia sangat halus menyampaikan pesan-pesannya. Lebih dari itu juga menghibur dan seru.

Jika menyaksikan Sinetron mini seri Ramadhan Pintu Surga kita akan melihat maka pesan moral dan agama sangatlah halus tapi padat. Sanagat berbeda dengan sinetron yang ada.
Untuk mengatakan "Sebelum tidur sebaiknya berwudhu", Asma Nadia tidak memakai ustadz di scene dan mengutip hadist. Tapi penulis ini  menggunakan dialog antara Nadya (Dea Annisa - Dhea Imut) dan Fahmi serta ibunya.
Misalnya:
"Kenapa sih kita harus wudhu sebelum tidur?, tanya Fahmi
"Kenapa ya, aku sih ikut anjuran aalmarhum Bapak aja. Biar di doain malaikat, dan tidur kita dalam keadaan suci"

Untuk menempatkan banci pada proporsi yang tepat, Asma tidak mengeluarkan hadist-hadist tentang larangan banci secara verbal.
Asma menampilkan sosok Maeng (banci) yang sengaja diadakan bukan untuk di eksplore, tapi untuk menggiring Maeng (peran nyaris banci) yang masih bimbang dengan jalan hidupnya untuk kembali ke jalan lurus.
Maeng  merasa menjadi kewanitaan karena ketika kecil, sebagai satu-satunya laki dan bungsu di keluarga, ia sering di dandani kakak-kakak perempuannya.
 Sedikit demi sedikit Maeng disadarkan akan jadi dirinya sebagai pria.
"Laki-laki itu pakai peci, bukan pakai bando" komentar  Adam dan Fahmi ke Maeng.
Dari episode ke epidose Maeng akan berusaha kembali menukan jati dirinya. Maeng mulai belajar untuk jadi pria.
Asma sadar, saat ini masih banyak banci yang masih dipersimpangan dan ingin kembali ke kehidupan normal,
dan Allah tetap membuka pintu. Masih ada jalan kembali.

Untuk menyangkal steriotip tentang Jilbab yang sering digeneralisir,
Asma Nadia tidak serta merta menghardik membela orang berjilbab.
Tapi Asma menggunakan dialog Nadya (diperankan oleh Dhea Annisa-Dhea Imut) ketika  menyangkal temannya yang anti Jilbab.
Misalnya;
"Percuma pakai Jilbab, aku banyak lihat orang pakai JIlbab tapi pakai celana ketat atau pacaran di metro mini!" kata temannya Nadya
"Itu kan masing-masing. Aku pakai jilbab gak pacaran, gak nyontek dan gak pakai celana ketat. Gak bisa dipukul rata gitu dong!"

Pokoknya pesan-pesan yang disampaikan sangat halus, menghibur, tapi esensinya sama dengan apa yang ada dalam ajaran Isalam.
Dengan begitu maka penonton tanpa sadar telah belajar Islam, belajar hadist dengan cara yang berbeda.

Semakin banyak dari kita yang mampu memoles pesan-pesan moral dan religius dengan cara yang halus,
maka semakin banyak orang yang akan tertarik pada apa yang kita sampaikan.

Menulislah, karena dengan menulis Anda bisa menggerakkan!NO Excuse!

http://www.facebook.com/groups/389144170604/doc/?id=10150337326330605

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...